Bahan Bakar Mudah Terbakar: Panduan Keselamatan Indonesia |

 

Daftar Isi

Pengenalan Bahan Bakar Mudah Terbakar |

Klasifikasi Bahan Bakar Mudah Terbakar |

Risiko dan Bahaya di Tempat Kerja |

Peraturan dan Standar Keselamatan di Indonesia |

Pencegahan dan Pengendalian Risiko Kebakaran |

Peran SMK3 dalam Pengelolaan Risiko |

Studi Kasus dan Pembelajaran |

Kesimpulan |

 

Pengenalan Bahan Bakar Mudah Terbakar

Bahan bakar mudah terbakar adalah material yang dapat menyala dengan cepat saat terpapar oksigen, panas, atau percikan api, sehingga berpotensi menyebabkan kebakaran atau ledakan.

 

Secara kimiawi, bahan ini bereaksi melalui proses oksidasi cepat, menghasilkan panas, cahaya, dan asap.

 

Di tempat kerja, bahan bakar mudah terbakar seperti bensin, pelarut, dan gas propana umum digunakan di industri manufaktur, konstruksi, dan kimia.

 

Namun, tanpa pengelolaan yang tepat, bahan-bahan ini dapat menyebabkan kecelakaan serius, kerusakan properti, dan ancaman terhadap keselamatan pekerja.

 

Penelitian menunjukkan bahwa penerapan langkah keselamatan kebakaran yang efektif dapat mengurangi insiden hingga 50% di lingkungan industri Indonesia (Indonesia Safety Center).

 

Di Indonesia, regulasi seperti Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja menetapkan standar untuk penanganan, penyimpanan, dan penggunaan bahan berbahaya, termasuk bahan bakar mudah terbakar.

 

Artikel ini membahas definisi, klasifikasi, risiko, regulasi, pencegahan, peran SMK3, dan studi kasus terkait bahan bakar mudah terbakar di tempat kerja.

 

Rekapura (rekapura.com) mendukung perusahaan dengan pelatihan K3 dan pemeriksaan alat industri untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan.

 

Ringkasan: Bahan bakar mudah terbakar adalah material berisiko tinggi yang memerlukan pengelolaan ketat melalui regulasi dan praktik K3 untuk mencegah kecelakaan.

 

Klasifikasi Bahan Bakar Mudah Terbakar

Bahan bakar mudah terbakar diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia dan fisiknya, yang memengaruhi cara penanganan dan penyimpanannya.

 

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.187/MEN/1999, bahan kimia berbahaya, termasuk bahan mudah terbakar, dikategorikan sebagai berikut:

 

Kategori | Deskripsi | Contoh | Nilai Ambang Kuantitas (NAK)

  • Bahan Beracun | Zat yang menyebabkan keracunan atau efek kesehatan lainnya | Amonia, Klorin | Amonia: 100 ton, Klorin: 10 ton

  • Bahan Sangat Beracun | Zat dengan toksisitas tinggi | Aldicarb, Benzidin | Aldicarb: 100 kg, Benzidin: 1 kg

  • Bahan Mudah Terbakar | Zat yang mudah menyala saat terpapar oksigen atau panas | Bensin, Etanol, Formaldehida | Formaldehida: 20 ton

  • Bahan Mudah Meledak | Zat yang dapat meledak jika terpapar panas atau tekanan | Metil isosianat | Metil isosianat: 100 kg

  • Bahan mudah terbakar, seperti bensin dan etanol, memiliki titik nyala rendah dan kepadatan uap tinggi, sehingga mudah menyala saat terpapar sumber panas atau percikan api (Tugu).

 

Klasifikasi ini membantu menentukan metode penyimpanan dan pemadaman yang sesuai.

 

Ringkasan: Bahan bakar mudah terbakar diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, dengan NAK menentukan potensi bahaya dan metode pengelolaan.

 

Risiko dan Bahaya di Tempat Kerja

Bahan bakar mudah terbakar menimbulkan risiko signifikan di tempat kerja, termasuk:

  • Kebakaran: Api yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan properti dan cedera pekerja.

  • Ledakan: Bahan seperti gas propana dapat meledak jika terpapar panas atau tekanan tinggi.

  • Paparan Kimia: Inhalasi atau kontak kulit dengan bahan seperti etanol dapat menyebabkan iritasi atau keracunan.

  • Pencemaran Lingkungan: Kebocoran bahan bakar dapat mencemari tanah dan air, merusak ekosistem.

 

Menurut Indonesia Safety Center (2023), kebakaran akibat bahan mudah terbakar menyumbang 40% dari insiden kecelakaan kerja di Indonesia, dengan 25% di antaranya disebabkan oleh penyimpanan yang tidak aman (Indonesia Safety Center).

 

Risiko ini dapat diminimalkan dengan pengelolaan yang sesuai, termasuk pelatihan K3 dan inspeksi rutin.

 

Ringkasan: Bahan bakar mudah terbakar menimbulkan risiko kebakaran, ledakan, paparan kimia, dan pencemaran lingkungan, yang dapat dicegah dengan praktik K3.

 

Peraturan dan Standar Keselamatan di Indonesia

Pengelolaan bahan bakar mudah terbakar di Indonesia diatur oleh sejumlah peraturan pemerintah untuk memastikan keselamatan kerja:

 

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

  • Dasar hukum K3, mewajibkan pengusaha melindungi pekerja dari risiko bahan berbahaya, termasuk kebakaran.

 

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya

  • Mengatur penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS), pelabelan, dan penetapan Nilai Ambang Kuantitas (NAK) untuk bahan berbahaya.

  • Mengharuskan penunjukan petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia untuk pengelolaan bahan mudah terbakar.

  • Menetapkan standar penyimpanan, seperti wadah tahan api dan ventilasi memadai.

 

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3

  • Mewajibkan perusahaan dengan ≥100 pekerja atau risiko tinggi untuk menerapkan SMK3, termasuk pengelolaan bahan berbahaya.

 

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 Tahun 1980

  • Mengatur pemasangan dan pemeliharaan APAR, termasuk jarak maksimal 15 meter, tinggi 120 cm, dan inspeksi setiap 6 bulan.

 

Standar Nasional Indonesia (SNI)

  • SNI 03-3987-1995: Pemasangan dan pemeliharaan APAR.

  • SNI 03-6575-2001: Pemasangan sistem alarm kebakaran.

  • SNI 04-0225-2000: Persyaratan instalasi listrik untuk mencegah korsleting.

 

Ringkasan: Regulasi seperti KEP.187/MEN/1999 dan PP No. 50/2012 mengatur pengelolaan bahan bakar mudah terbakar untuk keselamatan kerja.

 

Pencegahan dan Pengendalian Risiko Kebakaran

Pencegahan dan pengendalian risiko kebakaran dari bahan bakar mudah terbakar melibatkan langkah-langkah proaktif dan reaktif:

 

Pencegahan Kebakaran

  • Penyimpanan Aman: Simpan bahan inflamabel di wadah tahan api dengan ventilasi baik, sesuai KEP.187/MEN/1999

  • Pemeliharaan Peralatan: Periksa peralatan listrik secara rutin untuk mencegah korsleting, sesuai SNI 04-0225-2000.

  • Sistem Deteksi dan Pemadam: Pasang alarm kebakaran otomatis (Permenaker No. 02/1983) dan APAR (Permenaker No. 04/1980).

  • Pelatihan K3: Latih pekerja tentang penanganan bahan berbahaya dan prosedur darurat, sesuai KEP.186/MEN/1999.

 

Pengendalian Kebakaran

  • Evakuasi Cepat: Ikuti rencana evakuasi dengan jalur keluar yang jelas.

  • Penggunaan APAR: Gunakan APAR sesuai jenis kebakaran (misalnya, CO2 untuk kelas E).

  • Koordinasi Tim Pemadam: Kerjasama dengan unit penanggulangan kebakaran internal dan eksternal.

 

Ringkasan: Pencegahan melibatkan penyimpanan aman, pemeliharaan, dan pelatihan, sementara pengendalian mencakup evakuasi dan penggunaan APAR.

 

Peran SMK3 dalam Pengelolaan Risiko

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), diatur oleh PP No. 50/2012, memainkan peran penting dalam mengelola risiko bahan bakar mudah terbakar:

  • Identifikasi Bahaya: Mengenali sumber risiko, seperti penyimpanan bensin atau gas propana.

  • Penilaian Risiko: Menggunakan metode seperti Job Safety Analysis (JSA) untuk menilai kemungkinan dan dampak kebakaran.

  • Pengendalian Risiko: Menerapkan langkah seperti pemasangan APAR, ventilasi lokal, dan pelatihan K3.

  • Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan inspeksi rutin dan audit SMK3 untuk memastikan kepatuhan.

 

Ringkasan: SMK3 mengelola risiko bahan bakar mudah terbakar melalui identifikasi, penilaian, pengendalian, dan pemantauan.

 

Kesimpulan

Bahan bakar mudah terbakar merupakan risiko serius di tempat kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ledakan, dan pencemaran lingkungan.

 

Dengan mematuhi regulasi seperti KEP.187/MEN/1999 dan PP No. 50/2012, perusahaan dapat mengelola risiko ini melalui penyimpanan aman, pelatihan K3, dan sistem SMK3.

 

Rekapura (rekapura.com) mendukung perusahaan dengan pelatihan K3 dan pemeriksaan alat industri, memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan dan lingkungan kerja yang aman.

 

Dengan pendekatan terintegrasi, pengelolaan bahan bakar mudah terbakar menjadi investasi strategis untuk keselamatan dan produktivitas.

 

Sumber

  • Badan Standardisasi Nasional. (1995). SNI 03-3987-1995: Tata cara pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan. Jakarta: BSN.

  • Badan Standardisasi Nasional. (2000). SNI 04-0225-2000: Persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL 2000). Jakarta: BSN.

  • Badan Standardisasi Nasional. (2001). SNI 03-6575-2001: Tata cara pemasangan sistem alarm kebakaran. Jakarta: BSN.

  • Indonesia Safety Center. (2023). Manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja.

  • Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (1970). Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Jakarta: Kemnaker.

  • Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 Tahun 1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. Jakarta: Kemnaker.

  • Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja. Jakarta: Kemnaker.

  • Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Pemerintah RI.

  • Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja. Jakarta: Kemnaker.

  • Prodia OHI. (2024). Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3). Retrieved from [invalid url, do not cite]

  • Tugu. (2022). Hindari zat kimia ini agar terhindar dari risiko kebakaran.

  • Sysco Fire. (2024). Bahan mudah terbakar di sekitar Anda: Kenali dan waspada.

  • Panduan Keselamatan Bahan Bakar Mudah Terbakar Indonesia. Pelajari klasifikasi, risiko, dan pencegahan bahan bakar mudah terbakar sesuai KEP.187/MEN/1999. Rekapura mendukung dengan pelatihan K3 dan inspeksi alat.