Prinsip Pencegahan Kebakaran dengan APAR di Indonesia |

 

Apa itu APAR? |

Jenis-jenis APAR dan Klasifikasi Kebakaran |

Peraturan Pemasangan APAR di Indonesia |

Peraturan Pemeliharaan APAR |

Pentingnya Pelatihan dan Kesadaran |

 

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ribuan kasus kebakaran terjadi di berbagai wilayah, baik di perkotaan maupun pedesaan, dengan penyebab utama seperti korsleting listrik dan kelalaian manusia.

 

Untuk mengurangi risiko ini, pencegahan kebakaran menjadi prioritas, dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) memainkan peran penting sebagai alat tanggap darurat.

 

Artikel ini membahas prinsip-prinsip pencegahan kebakaran dengan fokus pada APAR, termasuk peraturan pemasangan dan pemeliharaannya berdasarkan regulasi pemerintah Indonesia, serta pentingnya pelatihan untuk meningkatkan keselamatan.

 

Kebakaran kecil, jika ditangani dengan cepat, dapat dicegah dari penyebaran yang lebih luas. APAR, yang dirancang untuk penggunaan sederhana, menjadi alat pertama yang dapat digunakan oleh individu sebelum petugas pemadam kebakaran tiba.

 

Dengan mematuhi standar pemasangan dan pemeliharaan, serta meningkatkan kesadaran melalui pelatihan, risiko kebakaran dapat diminimalkan.

 

Apa itu APAR?

Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah peralatan portabel yang digunakan untuk memadamkan kebakaran pada tahap awal.

 

APAR biasanya berbentuk tabung bertekanan yang berisi bahan pemadam seperti air, busa, bubuk kering, atau karbon dioksida (CO2).

 

Alat ini dirancang agar mudah dioperasikan oleh satu orang, menjadikannya solusi efektif untuk situasi darurat di tempat kerja, rumah, atau fasilitas umum.

 

APAR bekerja dengan cara menghilangkan salah satu elemen dari segitiga api: panas, bahan bakar, atau oksigen. Misalnya, APAR air mendinginkan suhu, sementara APAR CO2 mengurangi pasokan oksigen.

 

Keberadaan APAR di lokasi strategis dapat mencegah kebakaran kecil berkembang menjadi bencana besar, sehingga melindungi nyawa dan properti.

 

Contoh Kasus: Di sebuah kantor di Jakarta, kebakaran kecil akibat korsleting listrik berhasil dipadamkan menggunakan APAR bubuk kering sebelum api menyebar, menyelamatkan dokumen penting dan peralatan kantor.

 

Ringkasan: APAR adalah alat penting untuk respons cepat terhadap kebakaran kecil, dengan desain yang memungkinkan penggunaan oleh individu dengan pelatihan minimal.

 

Jenis-jenis APAR dan Klasifikasi Kebakaran

Kebakaran diklasifikasikan berdasarkan sumber bahan bakarnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1980 (Lampiran 2). Klasifikasi ini membantu menentukan jenis APAR yang sesuai:

 

Kelas Kebakaran, Deskripsi & Contoh Bahan

 

  • Kelas A

Kebakaran pada bahan padat organik

Kayu, kertas, kain, plastik

 

  • Kelas B

Kebakaran pada cairan atau gas inflamabel

Minyak, bensin, gas alam

 

  • Kelas C

Kebakaran akibat peralatan listrik

Kabel, peralatan elektronik

 

  • Kelas D

Kebakaran pada logam

Magnesium, titanium

 

Berikut adalah jenis-jenis APAR yang umum digunakan, beserta kegunaannya:

 

  • APAR Air: Efektif untuk kebakaran kelas A, mendinginkan bahan bakar.

  • APAR Busa: Cocok untuk kelas A dan B, membentuk lapisan yang memisahkan bahan bakar dari oksigen.

  • APAR Bubuk Kering: Serbaguna untuk kelas A, B, dan C, mengganggu reaksi kimia api.

  • APAR Karbon Dioksida (CO2): Ideal untuk kelas B dan C, mengurangi oksigen tanpa meninggalkan residu.

  • APAR Halon: Untuk kelas A, B, dan C, tetapi penggunaannya dibatasi karena dampak lingkungan.

 

Contoh Penerapan: Di sebuah restoran, APAR busa digunakan untuk memadamkan kebakaran akibat minyak goreng yang terbakar, mencegah kerusakan lebih lanjut pada dapur.

 

Ringkasan: Memilih jenis APAR yang sesuai dengan kelas kebakaran sangat penting untuk memastikan pemadaman yang efektif dan aman.

 

Peraturan Pemasangan APAR di Indonesia

Pemasangan APAR di Indonesia diatur oleh beberapa regulasi, dengan fokus utama pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

 

Berikut adalah ketentuan utama:

 

  • Lokasi Pemasangan: APAR harus ditempatkan di posisi yang mudah terlihat, dijangkau, dan diambil, dengan tanda pemasangan setinggi 125 cm dari lantai.

 

  • Tinggi Pemasangan: Bagian atas APAR harus berada pada ketinggian 1,2 meter dari lantai, kecuali untuk jenis CO2 dan bubuk kering, yang dapat ditempatkan lebih rendah dengan jarak minimal 15 cm dari lantai.

 

  • Jarak Antar APAR: Maksimal 15 meter antar unit, kecuali ditentukan lain oleh pengawas keselamatan kerja.

 

  • Kondisi Lingkungan: APAR tidak boleh ditempatkan di area dengan suhu di atas 49°C atau di bawah -44°C, kecuali dirancang untuk kondisi tersebut.

 

  • APAR Luar Ruangan: Harus dilengkapi penutup pelindung untuk mencegah kerusakan akibat cuaca.

 

Selain itu, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 menetapkan persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung, termasuk pemasangan APAR.

 

Standar Nasional Indonesia (SNI 03-3987-1995) juga memberikan pedoman untuk perencanaan dan pemasangan APAR, memastikan kepatuhan terhadap standar keselamatan.

 

Contoh Kepatuhan: Sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya memasang APAR setiap 15 meter di koridor, dengan tanda jelas dan ketinggian sesuai regulasi, memudahkan akses saat terjadi kebakaran kecil.

 

Ringkasan: Regulasi pemasangan APAR memastikan alat ini tersedia dan mudah diakses di lokasi strategis, meningkatkan efektivitas respons darurat.

 

Peraturan Pemeliharaan APAR

Pemeliharaan APAR adalah aspek krusial untuk menjamin kesiapan alat saat dibutuhkan.

 

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1980, pemeliharaan meliputi:

 

  • Inspeksi 6 Bulanan: Memeriksa isi, tekanan, kondisi eksternal, nozzle, dan uji khusus sesuai jenis APAR (misalnya, uji busa untuk APAR busa).

 

  • Inspeksi 12 Bulanan: Pemeriksaan internal mendetail, termasuk isi, segel, dan tekanan tabung.

 

Pengisian Ulang:

  • APAR asam soda, busa, dan kimia: Setiap tahun.

  • APAR busa campuran: Setiap 2 tahun.

  • APAR hidrokarbon halogenasi: Setiap 3 tahun; lainnya maksimal 5 tahun.

  • Uji Tekanan: Setiap 5 tahun, dengan tekanan spesifik:

    • APAR busa dan cair: 20 kg/cm².

    • Tabung gas: 1,5 kali tekanan kerja atau 20 kg/cm² (mana yang lebih tinggi).

    • APAR CO2: Uji pertama pada 1,5 kali tekanan kerja, kemudian setiap 5 tahun, maksimal 10 tahun antar uji.

 

Dokumentasi: Tanggal uji tekanan dicap pada pelat logam pada tabung.

APAR yang rusak, seperti tabung berkarat atau bocor, dilarang digunakan dan harus diganti.

 

SNI 03-3987-1995 juga menekankan pentingnya pemeliharaan rutin untuk menjaga fungsi APAR.

 

Contoh Kasus: Sebuah pabrik di Bekasi gagal memadamkan kebakaran kecil karena APAR tidak terisi ulang sesuai jadwal, menyebabkan kerusakan peralatan senilai jutaan rupiah.

 

Hal ini menunjukkan pentingnya pemeliharaan rutin.

 

Ringkasan: Pemeliharaan rutin APAR, sesuai regulasi, memastikan alat selalu siap digunakan, mencegah kegagalan saat situasi darurat.

 

Pentingnya Pelatihan dan Kesadaran

Efektivitas APAR sangat bergantung pada kemampuan pengguna.

 

Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang mencakup penggunaan APAR adalah wajib di lingkungan berisiko, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.186/MEN/1999. Pelatihan ini mengajarkan:

 

  • Identifikasi jenis kebakaran dan pemilihan APAR yang tepat.

  • Teknik penggunaan APAR dengan metode PASS (Pull, Aim, Squeeze, Sweep).

  • Prosedur evakuasi dan koordinasi tanggap darurat.

 

Perusahaan seperti Rekapura menawarkan pelatihan K3 yang mencakup pengoperasian APAR, simulasi kebakaran, dan pemeriksaan alat industri, membantu organisasi mematuhi regulasi dan meningkatkan keselamatan.

 

Selain pelatihan, kesadaran masyarakat juga penting. Kampanye edukasi dan simulasi kebakaran dapat meningkatkan kesiapan komunitas dalam menghadapi kebakaran.

 

Contoh Penerapan: Sebuah sekolah di Bandung mengadakan pelatihan K3 tahunan, memungkinkan staf memadamkan kebakaran kecil di laboratorium sains menggunakan APAR, mencegah kerusakan lebih lanjut.

 

Ringkasan: Pelatihan K3 dan kesadaran masyarakat meningkatkan kemampuan penggunaan APAR, memaksimalkan efektivitas alat dalam situasi darurat.

 

Kesimpulan

Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah elemen kunci dalam pencegahan kebakaran, memungkinkan respons cepat untuk memadamkan api kecil sebelum membesar.

 

Di Indonesia, regulasi seperti Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1980 dan SNI 03-3987-1995 memastikan pemasangan dan pemeliharaan APAR dilakukan dengan standar tinggi.

 

Pelatihan K3, seperti yang ditawarkan oleh Rekapura, memainkan peran penting dalam meningkatkan kesiapan pengguna.

 

Dengan mematuhi regulasi dan berinvestasi dalam pelatihan, risiko kebakaran dapat dikurangi, melindungi nyawa dan aset dari ancaman kebakaran.

 

Sumber

Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia. (1980). Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung.

Badan Standardisasi Nasional. (1995). SNI 03-3987-1995 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).

Synergy Solusi Group. (2024). Peraturan dan Standar Keselamatan Kebakaran di Indonesia. Diakses dari Synergy Solusi.

Badan Pusat Statistik. (2024). Statistik Kebakaran di Indonesia. (Data spesifik tidak tersedia, tetapi disebutkan bahwa ribuan kasus terjadi setiap tahun.